Header Ads

Tanggap Asap, Tanggap Penderitaan Rakyat

“Apakah bapak tega menelantarkan warga Kalbar? Apakah bapak ingin membuat warga Kalbar mati dalam keaadan terserang ISPA?,” Tanya Sashi Oediputri siswi kelas VI Sekolah Dasar MIN Teladan Sanggau, dalam isi suratnya kepada Presiden Joko Widodo pada Senin (28/09/2015).

Bencana asap akibat kebakaran hutan yang semakin parah terjadi di Sumatera dan Kalimantan, mengundang Sashi Oediputri bertanya-tanya kepada pemimpinnya. Sebagaimana disebut pada paragraf awal. Hal itu menggambarkan betapa pedihnya penderitaan warga Sumatera dan Kalimantan yang dilanda bencana asap akibat kebakaran hutan. Kebakaran hutan kian terjadi berulang kali setiap tahunnya, entah apa sebab musababnya??. Adakah mafia gelap di belakang tragedi tersebut atau terjadi atas kecerobohan masyarakat, atau bahkan terjadi begitu saja.

Sehingga permasalahan ini menjadi sebuah PR besar bagi pemerintah dalam mengatasi bencana tersebut, sebab selama ini belum ada tanggapan serius dari jajaran pemerintah negeri kita. Agar harapan besar kita, tidak ada lagi mereka yang menderita dan menjerit atas bencana asap yang menyiksa pernafasan, seperti dialami oleh masyarakat Sumatera dan Kalimantan Barat pada hari ini khususnya.

Dalam hal itu, maka harapannya Pemerintah bisa lebih tanggap atasi asap, tanggap atasi penderitaan masyarakat. Setidaknya Pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat segera merealisasikan kebijakannya yang mereka tetapkan sebagai; 9 langkah upaya atasi bencana asap akibat kebakaran hutan di masa mendatang. Melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pemerintah menetapkan ada sembilan langkah yang diambil guna mengatasi masalah itu.

Pertama, kata Siti, yakni diperlukan pengelolaan yang berkelanjutan. Dia mencontohkan, pembukaan lahan yang perlu disesuaikan baik teknis maupun kontrol secara bertahap.

"Kedua, perlu juga pengelolaan di dunia usaha atau area konsesi," kata Siti, di Istana Negara, Jakarta, Senin 7 September 2015.

Langkah ketiga yang diambil pemerintah, adalah penerapan subsidi kepada petani untuk modal melakukan land clearing atau pembersihan lahan. Dana ini diberikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), selain yang memang sudah ada. Juga memberikan kredit pertanian bunga kecil hingga nol persen.

Langkah keempat yaitu pengaturan tata air gambut. Yakni dengan mengatur kerapatan drainase, tutup drainase yang eksis atau berlebihan. Lalu, ditata ulang dengan dibangun canal blocking.

Langkah kelima yang dilakukan, adalah pengelolaan yang berkelanjutan. Yakni dengan menyatukan masyarakat di dalam tanah yang digunakan, baik swasta dan masyarakat yang ada di dalam satu kesatuan ekosistem.Mereka diharuskan memiliki ritme perlindungan lingkungan yang senada.

"Jadi di sini peran civil society organization atau LSM akan sangat membantu bergeser dari advokasi skeptis menjadi advokasi bersama, termasuk upaya cegah kebakaran serta pemadaman jadi concern atau perhatian bersama," tutur Siti.

Langkah keenam yang diambil, Siti menjelaskan, perlu penerapan pengawasan dan penalti. Apakah itu kepada petani dengan orientasi pembinaan pengawasan, dan baru kemudian penegakan hukum. Juga, lanjut politisi Partai NasDem ini, penegakan hukum kepada swasta yang melanggar.

Ketujuh, Siti menambahkan, diperlukan penguatan kelembagaan pemerintahan tingkat kecamatan dan desa. Pemerintah ingin menguatkan peran camat seperti dulu, saat sebagai aparat dekonsentrasi yang dikontrol langsung gubernur.

Sementara itu, langkah kedelapan, memanfaatkan potensi dunia pendidikan seperti akademisi, peneliti, mahasiswa, dan pelajar. Pemerintah ingin mengoptimalkan mereka, apakah dalam riset maupun dalam kuliah kerja nyata, dan dalam pengawasan sosial.

"Kesembilan, tentu saja perkuatan elemen-elemen pembinaan baik, prasarana, sarana maupun diklat-diklat penyuluhan kepada petugas dan masyarakat agar peduli api," tutur mantan sekjen DPD RI ini.

Akan tetapi 9 langkah tersebut merupakan langkah di masa mendatang. Sedangkan bencana ini sedang terjadi dan belum teratasi. Bahkan  semakin meluas hingga mencemarkan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Tuntutan dan keluhan dari negara tersebut terdengar nyaring di jejaring sosmed mereka. Tak perlu jauh melihat tetangga, nampaknya asap semakin ganas hingga tercatat di Sumsel ada 22.555 jiwa menderita ISPA dan di Riau 1.002 jiwa.

Setidaknya semoga BNPB (Badan Penanggulangan Bencana) bisa segera tanggap dengan merealisasikan 4 strategi yang di utarakan dalam siaran persnya, Jakarta, Minggu (6/9).

Strategi pertama dilakukan dari udara dengan hujan buatan dan pemboman air.

Strategi kedua adalah pemadaman di darat oleh tim gabungan dari BPBD, Manggala Agni, TNI, Polri, MPA dan masyarakat.

Ketiga, operasi penegakan hukum oleh Polri dan PPNS. Polri telah menindak 39 kasus kebakaran hutan di Sumatera sepanjang tahun ini.

Strategi keempat adalah pelayanan kesehatan dan sosialisasi.

Semoga teguran ini, bisa membangkitakan kesadaran masyarakat dan pemerintah dalam upaya menanggulangi musibah kebakaran hutan yang melanda negeri ini.

Penulis     : Hafis Syarif
Sumber    : beritasatu.com, Viva.co.id, Suarapemred.co.id

No comments

Powered by Blogger.