Header Ads

To be moslem journalist

Dahulu, yang namanya perang itu kita dengan musuh saling bertatap muka,face to face. Pada zaman rosul pun masih seperti itu, namun seiring berkembangnya peradaban, mulai muncul yang di sebut manjanik yang daya rusaknya bukan saja mengenai lawan yang ada di depanya tapi juga sampai di pemukiman penduduk. Manusia pun kembali mengembangkan kemampuanya dengan meciptakan senjata api yang tentu daya rusaknya lebih dasyat, kita bisa melihat bagaimana rusia memborbardir afganistan,bagaimana israel membumianguskan palestina. Kini manusia menghadapi perang yang lebih rumit, penggeseran generasi yang terjadi sepanjang zaman seiring berjalanya waktu membuat praktik-praktik terdahulu ketinggalan zaman. Perang generasi ke empat atau lebih di kenal dengan 4gw. Perang ini tidak mengenal sipil dan militer tidak ada batasan tertentu atau bersifat global. Tentu jangkaunya lebih luas, bersifat global. Perang ini identik dengan dua kubu yang tidak seimbang, kubu mana yang lebih meguasai informasi musuh lebih dalam dan luas, dialah pemenang. Kaum muslimin dalam menghadapi perang ini memang sangat kesulitan, dari segi kualitas apalagi kuantitas jelas kalah telak dengan orang orang sekuler.

Siapa yang bisa memenangkan opini dan menguasai publik dia layak di sibut pemenang. Kata ini memang benar. Media media meanstream lebih menguasai opini dan publik di banding dengan meda islam, bahkan orang-orang islam sendiri banyak yang termakan oleh isu-isu yang di buat oleh mereka, Dan tidak sedikit dari orang islam yang membeci media islam sendiri. Karena memang perang informasi adalah mengalahkan musuh tanpa ada pertumpahan darah.

Sayyid qutb mengatakan ‘satu beluru bisa menemus satu kepala dan satu pena dapat menembus ribuan kepala’ dan perkataan bliau memang terbukti. Hanya dengan menulis berita saja, banyak khalayak yang mudah terpengaruh dan mungkin hanya membaca judulnya saja merekapun sudah terprovokasi. Inilah hebatnya pemegang opini publik.

Seorang jurnalis bisa juga di sebut sebagai prajurit dalam perang informasi, karena hanya lewat merekalah mereka bisa melemahkan musuh. Merekalah pemegang seluruh kendali dalam mempengaruhi opini masyarakat. Islam juga membutuhkan seorang jurnalis, seperti di sebutkan di atas bahwa kaum muslimin sangat jauh ketinggalan dengan media-media meanstream. Tentu mereka yang memiliki prinsip yang jelas, yang akan menjadi seorag jurnalis islam yang handal. Salah satu prinsip yan harus di pegang dengan erat oleh jurnalis islam adalah kejujuran, ini lah yang membuktikan bahwa ia jurnalis islam yang berprinsip. Dan tidak lupa juga soal menegakkan kalimat Allah, inilah tujuan utama dari segala amalan. Pun begitu juga dengan amar ma’ruf nahi mungkar, dalam sebuah hadist di jelaskan barang siapa yang melihat kemungkaran  hendaknya ia menghilankan kemungkaran dengan tanganya, jika tidak bisa mengunuakan lisanya, jika tidak bisa menggunakan hatinya dan itulah selemah lemahnya iman.Penjelasan hadist itu tentu sudah cukup  sebagai cambuk hati kita sebagai seorang jurnalis islam, untuk menumpas segala bentuk kemungkaran dengan cara jurnalistik.

Perlu di perhatikan oleh seorang jurnalis islam adalah skillnya dalam penulisan, tidak mungkin seorang jurnalis bisa meguasai pertempuran tanpa adanya skill menulis, menulis bisa juga di sebut sebagai senjata. Menulispun tidak hanya seenaknya saja, perlu juga diksi yang baik, jika ia bisa memilih diksi yang baik, sangat mudah baginya untuk memasukkan tulisanya kedalam hati pembaca. Apalagi berita, minimal di dalamnya ada 5w1h, jika salah satunya tidak ada maka belum layak di sebut berita.

Perlu juga seorang jurnalis memiliki ilmu komunikasi,dengan komunukasi ini jurnalis islam bisa menggali informasi sedalam-dalamnya dari narasumber,dan narasumber ini bisa di jadikan tameng jika ada pihak yang tidak setuju dengan tulisan kita. Tapi apabila komunikasinya kurang bagus ia tidak mungkin dapat informasi yang mendalam.

Jurnalis juga membutuhkan sarana penunjang, Internet. Benda yang satu ini bisa untuk memperluas informasi, khususnya untuk persiapan wawancara, karena jika seorang jurnalis pergi wawancara dengan kepala kosong ia akan mati kutu di depan narasumber. benda ini sangat mudah untuk menyebar luaskan berita, kalau dulu hanya memakai merpati, sekarang orang hanya perlu duduk manis di rumah untuk mengakses berita.

Memang hanya sedikit kesadaran masyarakat terutama masyarakat islam dalam mengatasi perang informasi. Mereka lebih menggunakan sikap tak acuh mereka dalam menanggapi persoalan ini. Sehingga keadan in dengan mudah di manfaatkan musuh untuk mengkerdilkan islam dengan isu terorisme, intolerir dan lain sebagainya yang itu memojokkan islam.

Tapi walaupu keadaan masyarakat yang amburadul, kita sebagai jurnalis islam harus terus berkarya demi islam dan kaum muslimin, harus menjaga prinsip jujur, amar ma’ruf nahi mungkar dan li i’lai kalimatillah. Kita juga harus sadar bahwa masyarakat sangat butuh partisipasi dari kita, supaya mereka tidak terlalu lama terbelenggu dalam idiologi orang-orang sekuler. Memang menjadi jurnalis tidak semudah membalikan tangan, tapi jika kita melakukanya hanya untuk Alah, kapan pun dan di manapun kita berada fii sabilillah.TO BE MOSLEM JURNALIST.

No comments

Powered by Blogger.