Sepenggal Kisah 5 Februari
Adakalanya kita berbaring lemas,
lunglai, tanpa daya dan upaya . Tapi adakalanya juga kita berada di atas angin
dengan nuansa indah dan penuh bahagia, apalagi dalam hal mendidik .Bisa dikata
seorang santri adalah bagaimana mereka belajar dan mengajarkan apa yang mereka
pelajari di pesantren seperti halnya diriku. Yang hari harinya belajar tanpa
kenal lelah walau dengan cuaca yang dingin berselimut awan tebal dan cerah .
Tapi untuk hari ini adalah, hari dimana seorang santri kelas
akhir akan keluar untuk mengajarkan
tentang apa yang telah mereka pelajari di pesantren yang biasa mereka sebut
dengan hari ta’lim. Yang bagi kebanyakan
santri adalah hari yang membahagiakan dan biasa mereka tunggu tunggu entah
kenapa.
Di saat awan panas
menjadi teman dalam perjalanan dan dengan keringat yang selalu bercucuran. Diri ini melangkah untuk ta’lim dengan tujuan
mengajar anak anak yang ada di kampung. Walau memang sangatlah jauh untuk
ditempuh, tapi ini semua adalah amanah
yang harus dijalankan bagi para santri kelas akhir. Seperti halnya diri ini, perjalanan
da’wah yang biasa kulakuakan mungkin sedikit berbeda dengan teman teman santri
yang lain.
Perjalanan ta’lim yang biasa ku lakukan membutuhkan waktu 40
menit ,untuk sampai dikampung yang biasa kita mengajar disana.karena memang kondisi
jalan yang menanjak untuk menuju ke tempat ta’lm dan tanpa batuan transportasi
apapun.
Setelah berjalan dengan gontai langkah yang melelahkan
disertai awan panas yang sedari tadi mengawal perjalanan kita. Akhirnya kita
sampai juga dimasjid Al Hidayah desa Sempulur . Masjid dengan bangunan yang
mirip padepokan ini, adalah tempat mengajar kita di desa sempulur ini.
“ALLAHU AKBAR..ALLAHU AKBAR..” Pertanda adzan sedang berkumandang, dan para jamaah pun mulai berdatangan untuk menunaikan sholat ashar berjamaah . Selang tiga menit kemudian sholat ashar pun dimulai secara berjamaah. Dengan khusyu’ aku berdo’a di sela- sela sujud ku supaya jadikanlah hari ini hari yang indah dan penuh manfaat.
“assalamualaikum…assalamualaikum” tanda sang imam mengakhiri
sholat berjamaah dengan menengok ke kanan dan ke kiri. Setelah itu ku berdo’a
pada yang Maha Esa seperti layaknya hamba yang menginginkan rahmad dari robbnya
dan meminta untuk di beri kesabaran untuk bisa mengarungi kehidupan yang
semakin menggila ini. Selang 15 menit kemudian saat beberapa murid mulai berdatangan
setelah itu, aku ambil mikrofon masjid untuk mengumumkan pengumuman.
”kepada santriwan dan santriwati TPQ al hidayah kami harapkan untuk segera
berkumpul di masjid…”kurang lebih seperti itulah pengumuman sebagai
pemberitahuan kala itu.usai pengumuman, para santri pun sudah mulai
berdatangan. Beberapa dari mereka dating dengan tawa, ada pula dengan senyum
merekah dan melambaikan tangannya kepada kita yang ada di teras masjid.
Di saat suasana yang tampak bersahabat dengan riuh para
santri, kita memulai TPQ. Walau terbilang cukup rumit dalam menangani para
santri yang tergolong bandel, tapi kita
coba untuk memulainya dengan do’a dan sedikit cerita tentang para sahabat nabi
SAW. Karena memang dengan pengantar seperti itu, para santri akan antusias dan
mendengarkan dengan seksama. Dan tawa mulai meledak diantara mereka karena
memang ada hal hal lucu yang biasa kita sampaikan sebagai pengantar juga dan
tak lama setelah itu kita memabagi mereka menjadi 4 kelompok . Seperti biasa
kita memisahkan antara yang laki laki dengan yang perempuan dan antara anak
anak dan yang mulai remaja kita bedakan karena tidak mungkin juga kita
menggabungkan yang besar dengan yang kecil begitu pula antara laki laki dengan
perempuan.
Dengan penuh kegembiraan di kala itu, ketika melihat para santri mendengarkan dengan antusias. Di sela-sela itu juga kita bercanda sampai beberapa dari mereka terbahak bahak tapi ada pula yang saling bertatap muka karena bingung dengan tawaan temennya. Di tengah antusias mereka dan canda mereka serasa hidup ini sungguh membahagiakan walau dalam perjalanan tadi keadaan panas dan letih yang selalu mengekor di belakang kita. Bukan hanya itu saja bagaimana kita melangkah dengan gontai langkah yang melelahkan dengan cucuran keringat yang membasahi baju yang kita pakai.
Dalam kegiatan TPQ ini, kita mengajarkan kepada mereka
hal-hal tentang Fiqih, Hadis Rosulullah, sampai sejarah para shahabat. Tapi tak kalah pentingnya juga dengan membaca
dan mempelajari Al qur’an. Di sana kita mengajarkan hal semacam itu.
Tak terasa hari sudah mulai sore dan waktu sudah menunjukan
jam setengah enam. Seperti biasa kita mengakhiri pertemuan mengaji di masjid. ”wassalamualaikum wr.wb”
itulah akhir pertemuan di sore itu, walau memang beberapa dari mereka ada yang masih bersama kita di masjid untuk
sekedar menanyakan hal hal yang dikiranya penting dan ada pula yang sekedar
bercerita tentang apa yang dialaminya. Tapi setelah itu kita coba menjalankan
aktivitas lainnya dengan memetakan rumah- rumah warga . Dengan para santri TPQ
kita menelusuri desa sempulur sesekali bertanya kepada mereka “ini rumah siapa
,ada yang tau g’….” ujar saya menanyakan sesuatu kepada mereka.
Berkali kali kita bertanya kepada mereka ,karena memang g’ mungkin juga kita hafal semua orang yang ada di desa sempulur ini. Walau berkali kali kita menanyai mereka, tapi sejatinya mereka malah tampak bahagia karena jarang jarang kita bisa meluangkan waktu bersama dengan mengelilingi desa dengan candaan , tawaan, sampai sempet sempetnya mereka menyanyikan Nasyid TPQ yang sudah kita buat .karena memang kita membuat Nasyid tersebut sebagai langkah untuk memompa semangat anak anak dan juga biar mereka tidak gandrung dengan lagu lagu yang ada.
Setelah lama memetakan, tiba akhirnya kita berjalan di rumah ust.Tamim,
seorang ustad yang ada di desa sempulur ini. Karena memang rezeki g’ kemana-
mana, saat itu kita di suruh seorang ibu untuk silaturrahmi ke rumahnya.
”eh tad kalau sudah
selesai nanti ke rumah saya..” Tutur ibu
itu serasa memaksa untuk datang. Tak lama kemudian kita silaturrahmi ke rumah
ibu tersebut dan disana kita makan dengan apa yang di suguhkan tuan rumah buat
kita. Hal yang semacam ini sudah menjadi kebiasaan di sana.
Di saat ada ustad yang mengajar pasti nantinya ada momen silaturrahmi, tetapi bukan inilah tujuan kita mengajar dan berda’wah disana. Ketika langit sudah mulai gelap dan adzan juga sudah berkumandang . Seketika itu kita pamit untuk ke masjid dan sholat berjamaah di sana.
Selepas shalat magrib
seperti biasa, kita mulai belajar Tahsin dan Tajwid . Akan tetapi malam
ini berbeda dengan malam- malam yang
biasa kita lalui sebelumnya. Di saat malam yang membahagiakan tersebut dengan
suasana hati yang senang kita coba untuk memulai sesi Muhasabah . Dengan
kondisi gelap karena memang kita mencoba untuk membuat suasana yang sunyi dalam sesi muhasabah.
Dalam kondisi sunyi, kita memulai muhasabah yang kita beri
tema “IBU” . Disinilah kita mulai dengan kata-kata yang telah kita siapkan dan
dibarengi dengan alunan Nashid. Dalam sesi ini kita mengumpulkan anak- anak
sampai para remaja dan tak disangka setelah berlalu beberapa menit pecahlah
tangisan dari anak- anak dan para remaja.
Di saat wajah wajah mereka tenggelam dalam untaian kat- kata
dan alunan nashid. Seketika kemudian mengucurlah airmata mereka, sampai kiranya
tak terbendung dengan pipi manis mereka . Beberapa dari mereka saling merangkul
karena karena memang hati mereka tak tahan menahan tangis tat kala memikirkan
sosok sang bunda. Ditengah- tengah tangisan muhasabah, aku mencoba untuk
melihat mereka yang sembari tadi menangis. Dan tanpa kusadari mata ini juga
mulai meneteskan air mata, entah apa yang terpikirkan kala itu dan memang itulah
malam dimana mereka mengingat jasa seorang ibu walau harus berderai dengan
tangis dan linangan airmata.
Penulis: Andrean
Penulis: Andrean
Post a Comment