Header Ads

Menilik Megaproyek China Cengkram Nusantara


Beberapa hari lalu, Saya mendapatkan sebuah bc (broadcast) di wa saya perihal seruan Jendral Gatot untuk tetap tenang untuk menghadapi krisis politik yang terjadi di Indonesia. Berawal dari kasus penistaan agama yang dilakukan oleh seorang oknum pemerintah, hingga terakhir adalah kasus kriminalisasi ulama.

Dalam bc tersebut, terus menjelaskan alur dari permasalahan hingga ujungnya yang berakhir pada agenda China untuk menginvasi Indonesia, dan beliau berpesan untuk tetap tenang dalam menyikapinya.

“Jadi skarang gak usah rusuh, tetap tenang, biarkan Si Joko'wie selesai kan masa jabatannya, bantu aparat menemukan Imigran2 gelap dari negara manapun, terutama China, tangkap dan laporin.”

Inilah salah satu petikan bc yang saya ambil dari sana yang memang bersumber pada situs viral.com

Entah benar atau salah perihal kevalidan bahwa hal tersebut adalah perkataan Jendral Gatot Nurmantyo, tetapi justru menimbulkan sebuah titik terang, yang secara realita memang demikian yang terjadi dilapangan.

Menurut Direktur Institute Soekarno-Hatta, Hatta Taliwang, Indonesia memang telah lama menjadi target Megaproyek China untuk dijadikan sebagai Indochina-berpatok pada istilah yang sering saya temui di forum debat yang bermaksud sebagai China kedua-, oleh karena itu China dan para perantaunya mulai malang melintangi ranah politik praktis dengan mendirikan parpol, bahkan berambisi untuk menjadi Presiden Indonesia.

Lalu pertanyaannya, mengapa demikian?

Perlu diketahui bahwa China memiliki paham dwikenegaraan, sehingga walaupun seorang berkebangsaan China tinggal di suatu negeri, namun ia masih dianggap sebagai bagian dari warga negara China itu sendiri, sehingga agenda yang dimiliki oleh China dapat dengan mudah memiliki akses karena loyalitas para perantau terhadap tanah leluhurnya. Tentu yang demikian berlawanan dengan Pribumi Indonesia yang berpaham kewarganegaraan ius solli (yaitu berpaham kepada dimana tempat ia dilahirkan). Inilah yang menyebabkan dampak buruk dan sangat merugikan bagi pribumi.

Banyak pula dari kalangan chinesse yang mempertahankan standar hidup ekslusifnya, sehingga berkeyakinan bahwa dirinya lebih superior daripada pribumi yang dianggap inferior, mereka berkeyakinan seperti halnya masa kolonial Belanda yang menstratifikasikan status sosial penduduk China yang menempati kasta kedua setelah bangsa Belanda. Namun, selebihnya tidaklah demikian.

Di Indonesia sendiri terdapat jenis-jenis China secara global,yaitu China Shingke atau China Totok, China keturunan dan kelahiran Indonesia, serta China yang berasimilasi dan ikut berbaur dengan kebudayaan setempat, bahkan menikahi pribumi.

Dalam hal ini, Hatta juga menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang menampung perantau China. Tercatat bahwa terdapat lebih dari 8 juta jiwa etnis China yang bercokol di Indonesia menurut Kompas, namun Prof. DR. Sri Bintang Pamungkas, seorang reformis menduga terdapat lebih dari 25 juta jiwa etnis China yang tinggal di Indonesia.

Kasus penistaan agama oleh seorang oknum pemerintah sampai sekarang masih belum terlihat ujungnya dan juga kriminalisasi ulama yang menyerukan keadilan, tentu merupakan bukti kongkrit cengkraman politik yang dimainkan oleh etnis china, dalam hal ini diwakili oleh 9 naga. Money Politic, adalah salah satu cara yang diterapkan oleh China di Indonesia, dan ini hampir dapat dikatakan 98% selalu ampuh membeli hukum.

Era pemerintahan Jokowi, adalah era terburuk bagi Indonesia, karena disamping dugaan PKI terhadap dirinya, banyaknya program yang dianggap gagal, juga banyaknya hutang Indonesia pada China menjadikan banyak aset negara yang dijadikan sebagai jaminan. Oleh karena itu banyak beredarnya berbagai foto ‘penampakan’ para personil tentara China di kawasan bumi nusantara, bukanlah suatu kebohongan, tetapi adalah bentuk diawalinya invasi China dalam merongrong kedaulatan Indonesia yang beralibi untuk mempertahankan aset negara. Terlebih, paham komunis yang dibawakan oleh China tentu akan berdampak buruk bagi umat Islam.

Oleh sebab itu, apabila kita melihat kondisi Indonesia belakangan ini, tentu kita dapat menyimpulkan peranan politik China yang mencoba dengan keras untuk menggeser kekuatan politik pribumi sehingga tujuan mereka untuk mendirikan Indochina semakin terbuka.

Lalu apa yang dapat kita lakukan?

Menurut saya, era rezim Jokowi tidaklah dibiarkan hingga tuntas masa tugas seperti arahan dalam bc yang mengatasnamakan Jendral Gatot tersebut, dikarenakan tentu akan adanya estafet kepemerintahan loyalis China kedepannya, sehingga justru akan lebih memperkeruh ekonomi Indonesia karena aset-aset negara yang akan lebih banyak didapat oleh China.

Sehingga bagi umat Islam, I’dadul Quwwah dapat dijadikan sebuah prevent action untuk menghadapi hal ini kedepannya, karena kesiapan umat akan terus diuji. Wallahu A’lam.

Oleh : Azzam Barbarossa


No comments

Powered by Blogger.