Header Ads

Banjir, Musuh Kedua Palestina

SHYAMAA Khairudin, bocah sebelas tahun selalu pulang ke rumahnya bersama Yasmin, temanya. Mereka selalu melalui rute yang sama, namun pada hari senin ia tak bisa pulang karena hujan deras yang mengguyur Gaza.

"Saya pergi di pagi hari itu kering, tidak ada air. Sekarang, saya tidak bisa kembali ke rumah, "kata Khairddin, sambil memegang sepatu dan tas sekolahnya di atas kepalanya untuk menjaga supaya tetap kering meskipun hujan mengguyur.

Seperti dilansir middle east eye pada selasa (10/11), Khairddin, yang tinggal di Khan Younis di Gaza selatan, kata dia, ia biasanya merasa senang saat melihat hujan, tapi hujan kali ini berbeda. Badai yang menerjang, sedangkan insfrastuktur bangunan yang rapuh dan hujan deras membanjiri Gaza.

Hujan lebat telah mengguyur Gaza selama dua tahun terakhir, banyak penduduk mengatakan mereka telah hampir tumbuh terbiasa dengan hujan tersebut, tapi situasi kali ini tampaknya memburuk.

Kali ini bukan hanya jalan-jalan tetapi juga rumah-rumah di Khan Younis yang telah dibanjiri dengan curah hujan terbaru. Mobil yang  terdampar di tengah jalan dan gorong-gorong kewalahan untuk menampung air.

Saat malam tiba, tim penyelamat masih bergegas dalam upaya untuk membantu orang-orang yang terkena badai. Tapi dengan sedikit sumber daya, proses bersih-bersih menjadi lambat. Mobil yang kebanjiran mulai sulit untuk bergerak, dan peralatan yang digunakan untuk memompa keluar air tidak memadai.

Untuk mengurangi krisis, pemerintah kota membawa dua truk pasir untuk menjaga air supaya tidak  mencapai rumah penduduk.

"Hanya beberapa jam hujan, dan inilah yang terjadi," kata Abu Rashad, seorang Khan Younis penduduk 59 tahun.

"Tampaknya, kita tidak hanya sedang perang dengan Israel, tapi juga berperang dengan alam," katanya kepada MEE

Warga lain, yang tidak mau menyebutkan namanya, mengatakan kepada MEE bahwa rumahnya telah kebanjiran dan di lantai bawah sudah tergenang air setinggi satu meter. Pria itu mencoba untuk menyelamatkan apa yang dia bisa, tapi kerusakan itu tersebar luas. Dia mengatakan itu bukan pertama kalinya rumahnya telah dirusak.

"Setiap tahun, dan tidak ada yang dilakukan tentang hal itu," katanya, sambil menyalahkan pemerintah kota untuk  memberikan infrastruktur yang lebih baik.

Adegan seperti ini terlihat di bagian-bagian lain dari Gaza dan lebih luas di Timur Tengah.

Di Israel, Tepi Barat, wilayah Mesir dan Yordania, hujan deras dilaporkan, dengan rumah-rumah, sekolah-sekolah dan rumah sakit terendam banjir.

Namun, situasi ini sangat sulit bagi rakyat Gaza yang sedang berperang, di mana orang-orang memiliki sumber daya yang lebih sedikit untuk mengatasi cuaca ekstrim.

Mohammed Agha, direktur jenderal kotamadya Khan Younis, mengatakan: "Jumlah air yang besar dan tak terduga, sehingga mustahil untuk pompa air atau kanal limbah berurusan dengan itu, serta pompa air banyak ditutup  oleh sampah terbawa oleh air hujan.

Staf kota, katanya, menderita kekurangan pasokan.

"Kru kami menderita kekurangan peralatan air, pompa, buldoser dan penggali," katanya kepada MEE.

Bantuan yang datang  membuat Gaza bertahan dan memungkinkan layanan dasar seperti pengumpulan sampah, yang terjadi di sebagian besar tempat. Bahkan ada juga yang menyediakan uang dan bahan bakar untuk generator.

Tapi tanpa ini, sebagian besar infrastruktur Jalur ini akan berhenti berfungsi - sistem pembuangan limbah yang tersisa meluap.

Mohammed al-Midana, juru bicara pasukan pertahanan sipil mengatakan timnya dipanggil untuk membantu  mengevakuasi warga yang masih di rumah dan di tempat lain di Gaza seperti daerah perumahan al-Zaytoun dan kamp pengungsi Shati.

Midana, yang rumahnya juga terendam banjir, menambahkan bahwa infrastruktur hanya tidak bisa menahan banjir lagi, dan hujan yang akan datang hanya akan mengalir ke dalam rumah-rumah penduduk.

"Hujan telah menghancurkan semua perabotan saya, peralatan elektronik, pakaian dan bed cover. Semuanya mengambang, dan menimbulkan pemandangan yang kacau, "katanya.

Jalur gaza tidak asing dengan hujan lebat dan badai yang biasanya datang pada akhir Desember dan Januari. Kedatangan awal ini mendorong kekhawatiran bahwa wilayah itu bisa menghadapi musim dingin sangat parah.

Dengan banyaknya pekerja pemerintah yang tidak dibayar berbulan-bulan dan sumber daya yang lemah, membuat warga kesulitan untuk membangun kembali rumah mereka. Belum lagi dengan pasukan Israel yang banyak menghancurkan rumah. Tingkat pengangguran di atas 40 persen karena blokade Israel, keadaan ini membuat perekonomian terkecekik.

Umm Basel , warga Khan Younis mengakui bahwa dia tidak bisa membayar biaya diperlukan untuk layanan listrik , air atau pembersih .

" Saya tidak punya uang dan tidak ada anak-anak saya yang dibayar, namun mereka tetap bekerja , " katanya MEE .

Penulis: Taufiq

Sumber: MEE

No comments

Powered by Blogger.