Anomali Jokowi-JK, Antara Singkil dan Tolikara
KETIDAKBERDAYAAN pemerintah Jokowi – JK dalam menyikapi kasus–kasus yang ada saat ini semakin
mengundang tanda tanya besar. Sebut saja Tragedi Tolikara yang sudah beberapa
bulan yang lalu. Di saat masjid Tolikara di bakar oleh jemaat Gereja Injil di
Indonesia (GIDI). Presiden Jokowi malah
mengundang pendeta GIDI di Istana Negara. Yang waktu itu di sinyalir terduga
kasus pembakaran masjid dan kios-kios kaum muslimin Tolikara.
Beda hal nya
sekarang ini. Di saat kasus pembakaran gereja di Singkil Aceh mencuat.
Pemerintah Jokowi-JK tidak melakukan hal semisal. Terhadap terduga kasus pembakaran gereja di
Singkil Aceh. Padahal di saat kasus Tolikara kian memanas Jokowi mengundang
pihak GIDI untuk datang di Istana Negara. Tapi untuk kasus pembakaran gereja di
Singkil, pemerintah Jokowi – JK mengecam aksi tersebut.
“Hentikan
kekerasan di Aceh Singkil,” kata Presiden Indonesia Joko Widodo dalam cuitan nya lewat akun
Twitter pribadi @jokowi . Hal ini jelas beda dengan tanggapan Jokowi kala
mengatasi kasus Tolikara.
Padahal
kalau kita ungkap lebih jauh, bahwa kasus Singkil kali ini ada karena 21 gereja
di dirikan tanpa izin. Kemudian bermula dari sana, warga setempat memprotes dan
kelanjutannya adalah kesepakatan pembokaran yang akan di laksanakan pada senin
19 Oktober.
Namun ada
beberapa warga yang tidak terima dengan kesepaktan yang ada. Karena warga yang
duduk dan menyepakati bersama Pemda bukanlah perwakilan dari mereka. Dan akhirnya terjadilah kasus pembakaran di
Singkil.
Tapi sangat
berbeda kalau kita tanggapi persoalan Tolikara, dimana sebelum penyerangan di
lakukan. “Ada tim
kecil di dalam tim kepanitiaan Seminar KKR Gereja Injili di Indonesia (GIdI)
yang berkumpul pada tanggal 16 malam untuk merencanakan penyerangan,” Di
Tolikara. Hal inilah yang di sampaikan tokoh Tolikara, Pandimor di kantor HAM.
Dan pertemuan tersebut juga diadakan di rumah Bupati Tolikara, Usman Wanimbo.
Bahkan bukan hanya
perencanaan saja, tapi ada yang mengkoordinir dalam penyerangan di Tolikara
tersebut. Dan sebagai hasilnya mereka menghanguskan masjid dan kios – kios kaum
muslimin Tolikara. Yang pada akhirnya pihak GIDI diundang di Istana Negara.
Padahal merekalah dalang di balik pembakaran masjid dan kios-kios di Tolikara.
Sementara itu dalam
kasus Singkil sendiri, tersangka mendapat kecaman dari Jokowi. Bahkan bukan sebuah
undangan untuk hadir di Istana Negara. Sebagaimana yang terjadi kala pembakaran
masjid Tolikara oleh GIDI.
Bahkan bukan hanya itu
saja, dalam kasus Singkil Jokowi mengatakan, "kekerasan berlatar apapun, apalagi agama dan keyakinan
merusak kebhinekaan.”
Menurut Jokowi semua
hal yang berbau kekerasan walaupun itu atas nama agama atau pun keyakinan maka
itu harus di singkirkan. Karena hal itu akan merusak simbol Bhineka tunggal
ika.
Tapi kalau kita
cermati bersama, selalunya Jokowi membedakan antara kaum muslim dan kaum agama
lainnya. Sebut saja perilaku dia kala menangani kasus Tolikara dan Singkil. Itu
sungguh berbeda, yang satu di undang di Istana Negara sementara yang lainnya
hanya mendapat kecaman.
Dan perlu kita sadari
juga, di saat Singkil memanas kenapa Tolikara seperti hilang begitu saja.
Apakah ini sebuah pengalihan isu? Yang kemudian dengan kasus singkil ini,
pembakaran di Tolikara hilang begitu saja.
Post a Comment