Story of Bilal Abdul Kareem: Dari Komedian, Muallaf hingga Menjadi Jurnalis Perang (Bag.1)
Foto: Bilal Abdul Kareem |
SOHAFY, Damaskus-
Bilal Abdul Karim lahir dengan nama Darrell Lamont Phelps pada tahun
1970 di Gunung Vernon. Darrell kecil merupakan seorang Nashrani yang taat dan
rutin menghadiri kebaktian di gereja setiap hari Ahad.
Saat masih duduk di sekolah dasar, Darrell mengikuti sebuah
kontes oratoris dan berhasil memenangkan peringkat pertama untuk pembacaan
pidato bersejarah yang pernah disampaikan mantan Presiden AS Abraham Lincoln
yaitu Pidato Gettysburg. Sejak itulah ia merasakan bakat yang kuat dalam bidang
komunikasi dan ekspresi.
Setelah lulus dari sekolah menengah atas pada tahun 1988,
Darrell yang menginjak usia remaja menghadiri sebuah pertunjukan seni di sabuah
universitas di bagian utara New York. Di sanalah ia mulai menulis, bermain
musik, teater, hingga stand-up komedi yang menghantarkan namanya menjadi
terkenal.
Pada tahun 1997, Darrell pindah ke sebuah apartemen baru
yang berdekatan dengan sebuah Masjid di Brooklyn, New York. Disanalah ia untuk
pertama kali dalam hidupnya pertama kali mendengar adzan dan mengamati
aktivitas Muslim sekitar.
Penasaran akan Islam menuntutnya untuk banyak membaca dan
banyak memperhatikan kaum Muslimin. Hanya beberapa bulan setelah itu, seorang
Darrell Lamont Phelps menyatakan dua kalimat syahadat dan menganti namanya
menjadi Bilal Abdul Kareem. Nama Bilal diambil dari seorang sahabat Nabi
Muhammad Saw yang berkulit hitam. Sedangkan Abdul Kareem berarti hamba dari
Yang Maha Mulia.
Setelah menjadi Muslim dia memutuskan untuk mempelajari
lebih luas tentang agama Islam. Menjawab keinginan tersebut, Bilal pun belajar
bahasa Arab hingga mampu membaca dan memahami arti Al-Quran dan Hadits.
Namun hal itu belum cukup. Ia lantas memutuskan untuk belajar
ke sebuah Universitas Internasional Afrika di Khartoum, Sudan. Sayangnya, Bilal
tidak mampu bertahan lama disana, karena faktor lingkungan dan cuaca yang
ekstrem.
“Pesawat saya mendarat di Khartoum pada jam 2 pagi dan suhu
pada saat itu mencapai 100° F! Makanan yang mengerikan dan nyamuk ada
dimana-mana. Datang langsung dari New York ke Sudan adalah kejutan budaya yang
besar. Saya tidak siap untuk itu!” curhat Bilal di laman pribadinya.
Seminggu kemudian dia memutuskan untuk meninggalkan Sudan
dan mencoba mencari ilmu pengetahuan Islam di negara Mesir yang lebih modern.
Sampai di Mesir ia menemukan guru bahasa Arab bernama Yasser dan belajar
dengannya secara mulazamah (non-formal) di rumahnya selama dua tahun. Setelah
itu, ia juga baru mempelajari bahasa Arab dan tafsir Al-Quran dari sejumlah
guru lainnya.
Meniti Karir
Sebagai Pemandu Talk Show
Bilal Abdul Kareem, 1988 |
Di Mesir Bilal
mendapat pekerjaan untuk menyajikan sebuah program agama berbahasa Inggris di
sebuah stasiun televisi yang didanai oleh Saudi bernama Huda TV. Latar belakang
unik Bilal dalam studi Islam dan karir sebelumnya di bidang hiburan membuatnya
menjadi kandidat favorit untuk menjadi direktur program pertama saluran
tersebut.
Setelah
menghasilkan banyak sekali program untuk saluran tersebut, Bilal mulai merasa
tidak puas dengan tugasnya. Seiring dengan itu, dia pun mulai melihat banyak
kekacauan di dunia Muslim dan ingin menggunakan posisinya sebagai direktur
program untuk membuat program berbasis berita terkini tentang peristiwa yang
terjadi di seluruh wilayah Muslim.
Namun, dewan
direktur saluran di Arab Saudi tidak tertarik akan idenya tersebut. Perbedaan
mendasar dalam ideologi di samping ketidaksepakatan lain dengan manajemen
saluran akhirnya berujung pengunduran dirinya. Dia kemudian membuat film
dokumenter di Rwanda, Libya dan tempat lain untuk saluran Islam di Inggris.
“Ada begitu
banyak orang di dunia yang perlu mengetahui tentang Muslim. Namun tidak
dilaporkan atau disalahartikan oleh sebagian besar perusahaan berita utama,”
ungkap Bilal.
Menjadi Jurnalis
Perang Libya dan Suriah
Interaksi dengan
pejuang-pejuang Islam di Libya pasca tumbangnya Qadhafi menjadikan Bilal
memiliki cara tersendiri dalam memandang pejuang Islam. Menurutnya, kanal
berita utama hanya tertarik mengangkat peperangan antara Islam dan barat.
“Kebanyakan media
mendekati isu pejuang Islam, mengingat bahwa barat dan umat Islam terus saling
menembaki,” ujar Bilal.
Oleh sebab itu,
Bilal Abdul Kareem memutuskan untuk terjun langsung ke Suriah untuk pertama
kalinya pada tahun 2012, mendokumentasikan kegiatan pejuang oposisi yang
berperang melawan pemerintahan Bashar Assad. “Saya memiliki pandangan tentang
Mujahidin setelah memproduksi dokumenter. Saya di Libya pasca-Qadhafi. Di sana
saya bertemu dengan banyak pejuang Islam terhormat yang menyerukan Hukum Islam.
Saya penasaran seperti apa pejuang yang akan saya temukan di Suriah. Jadi saya
memutuskan untuk pergi dan mendokumentasikannya.”
Setibanya di
Suriah, Bilal banyak mendokumentasikan pejuang asing di Suriah dan menghasilkan
laporan untuk Channel 4, BBC, Skynews, dan program Belanda Newseur. Namun
pekerjaan itu tidak berlangsung lama. Ia merasa bahwa media barat hanya
berminat untuk mengangkat “cerita buruk” tentang para pejuang.
Akhirnya, dia dan
beberapa temannya mendirikan On The Ground News yang menyajikan video dan
artikel langsung dari Suriah. Hasil reportase itu kemudian didistribusikan
melalui Facebook, Twitter dan Youtube.
Selain itu, Bilal
Abdul Kareem berusia (46 tahun) sudah menikah dan memiliki lima anak.
Keluarganya tinggal di suatu tempat di luar Suriah. Dia engan untuk
mempublikasikan keberadaan keluarganya karena khawatir akan keselamatan mereka.
Sumber: Kiblat.net
Post a Comment