Pejuang Suriah Sepakat Hadiri Perundingan Astana
SOHAFY, Suriah –
Sebagian kelompok oposisi bersenjata Suriah telah memutuskan untuk menghadiri
perundingan damai dengan pemerintah minggu depan di ibukota Kazakhstan, Astana,
menurut sumber resmi pihak pejuang.
Diskusi yang dijadwalkan pada 23 Januari tersebut bertujuan untuk
mengadakan gencatan senjata nasional setelah sebagian besarnya telah diadakan,
walaupun beberapa titik pertempuran masih terus memanas beberapa hari akhir.
Mohammad Alloush, seorang tokoh terkemuka kelompok Jaisy Al-Islam,
mengatakan pada hari Senin ini, bahwa dirinya yang akan memimpin delegasi pihak
pejuang dalam perundingan tersebut.
“Semua kelompok pejuang akan pergi ke Astana. Semua orang sudah setuju,”Kata
Alloush pada AFP News Agency.
“Astana adalah suatu proses untuk mengakhiri pertumpahan darah yang
dilakukan oleh rezim dan sekutunya. Kami menginginkan akhir dari semua
rangkaian kejahatannya.” Imbuhnya.
Keputusan faksi pejuang untuk mengirimkan delegasi ke perundingan Astana
datang setelah lima hari perundingan uang dilakukan di ibukota Turki, Ankara.
Komite Negosiasi Tinggi, blok utama oposisi Suriah, juga mengatakan
sebelumnya bahwa mereka akan memperluas dukungan kepada delegasi
anti-pemerintah untuk melakukan perundingan.
Namun menurut Shaam Network, sebuah situs berita oposisi, melaporkan pada
hari Senin bahwa sejumlah kelompok pejuang lainnya, termasuk Ahrar As-Sham,
salah satu kekuatan termpur utama didarat, memutuskan untuk menjauhi
perundingan damai mendatang.
“Sampai pada detik ini, enam tahun berada dalam peperangan ini, sebuah
brigade yang berbeda masih tidak dapat menyerukan satu suara ketika hal ini
datang untuk Suriah,”Kata Stefanie Dekker, seorang wartawan Al-Jazeera yang
melaporkan dari kamp pengungsi di Turki.
Presiden Suriah, Bashar Al-Assad mengatakan pemerintahnya siap untuk
menghadiri perundingan Astana dan “membahas segala sesuatu”.
Faksi yang berpartisipasi dalam perundingan Senin mendatang hanya
berfokus pada pengukuhan gencatan senjata saat ini dan melihat isu-isu
kemanusiaan; solusi secara politik untuk menghadapi krisis yang mungkin tidak
ada dalam agendanya.
Zakaria Malahifji, seorang pejuang dari kelompok oposisi Fastaqim,
mengatakan : “Sebagian besar dari kelompok yang memutuskan untuk menghadiri
diskusi akan berada dalam gencatan senjata serta isu-isu kemanusiaan –
pengiriman bantuan, pembebasan tahanan..”
Sumber resmi Free Syrian Army (FSA) yang setuju untuk berpartisipasi
dalam perundingan, menjelaskan
kepada Reuters pada hari Senin bahwa pertemuan
tersebut akan menjadi “Ujian bagi Rusia sebagai penjamin”.
Ia menolak untuk disebutkan karena kelompok pejuang masih belum menunjuk
seorang Jubir.
Jika Perundingan Astana berhasil, akan menjadi pertanda baik untuk mereka
bagi nasib negosiasi baru tentang konflik tersebut dengan PBB bulan depan di
Jenewa, Swiss.
“Kami mengetahui bahwa perundingan Astana tidak akan mudah,” kata Dekker,
seorang wartawan Al-Jazeera.
“Banyak dari kelompok-kelompok ini tidak ingin terlibat sama sekali –
dari oposisi politik, yang selalu mengatakan….
Perundingan harus dilihat sebagai batu loncatan untuk melakukan
perbincangan yang disponsori oleh PBB di Jenewa.”
Gencatan senjata, yang dimulai di Suriah pada tanggal 30 Desember lalu,
membuka jalan perundingan damai akhir-akhir ini, tidak termasuk didalamnya ISIS
dan Jabha Fath As-Sham, yang sebelumnya berganti nama dari Jabha An-Nusrah
setelah memisahkan diri dari Al-Qaeda tahun lalu.
Rusia, sekutu Assad terkuat, menetapkan upaya diplomatic baru dalam
bergerak setelah pihak pejuang Suriah mengalami kekalahan besar bulan lalu
dengan direbutnya wilayah yang dikuasai oposisi di Aleppo Timur.
Mevlut Cavusoglu, Menlu Turki, mengatakan pada hari Sabtu, bahwa Turki
dan Rusia telah memutuskan untuk mengundang AS untuk ikut menghadiri
perundingan Astana.
Namun, Jubir Kremlin tidak memberikan konfirmasi tentang hal itu pada
hari Senin.
Sebagai perundingan damai tahun lalu, sebuah milisi kuat Kurdi yang
mengontrol luas wilayah Suriah Utara dikeluarkan dari perundingan sejalan
dengan keinginan Turki.
Suriah telah dilanda kekerasan sejak protes yang meluas pada Maret 2011
yang menuntut Assad untuk turun.
Lebih dari 310.000 orang telah tewas dan lebih dari setengah penduduk
terpaksa mengungsi.
oleh : Azzam Barbarossa
Post a Comment