Header Ads

Singkil-Tolikara; Anomali Pendekar HAM dan Presiden Kita

AKHIR-akhir ini kita mendengar kekerasan terjadi antar umat beragama di Indonesia. Tentunya hal ini tidak secara kebetulan terjadi. Pasti ada rencana-rencana yang telah di susun sebelum terjadinya kasus tersebut. Seperti pembakaran masjid di Tolikara dan pembakaran gereja di Singkil.

Namun dari kasus itu kita melihat bahwa ada kejanggalan terutama tentang penanganan pemerintah (presiden) terhadap dua kasus itu. Pemerintah terlihat berbeda ketika menyelesaikan kasus itu. Padahal kalau dilihat dari kasus yang ada, dua kasus itu serupa yaitu pembakaran tempat ibadah. Namun pemerintah terlihat berpihak kepada satu golongan.

Indonesia adalah negara yang menganut Undang-Undang Dasar 45. Dalam kasus apapun selalu mengedepankan hukum yang tertera di dalam UUD tersebut. Dalam kasus urusan umat beragama disebutkan dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945, ada jaminan kemerdekaan bagi warga negara untuk beribadah menurut agama masing-masing.

Pemberlakuan undang-undang ternyata tidak adil. Dalam kasus Tolikara pemerintah hanya menganggapnya sebagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Namun dalam kasus Singkil ini, Pemerintah mengedepankan masalah Undang-Undang pasal 29 ayat 2 UUD 45. Sehingga dari sini terlihat ketidak adilan pemerintah dalam menegakkan hukum.

Padahal dalam kasus Singkil sudah jelas terlihat bahwa akar permasalahan yang sebenarnya adalah pendirian gereja yang tidak memiliki surat ijin. Bahkan pemerintah pun mengakui kalau pendirian gereja di Singkil itu masih bermasalah dalam perijinan pembangunannya. Namun tampaknya pemerintah mengesampingkan alasan itu, dan mencari alasan lain.

Dalam penanganan dan penyelesaian kasus di Tolikara dan Singkil ini pun berbeda. Ketika kasus Tolikaara, pemerintah tidak segera menangani. Pemerintah tidak segera mengirimkan aparat keamanan ke Tolikara. Bahkan hingga aparat kepolisian muslim Tolikara dianiaya pun bantuan aparat keamanan belum datang juga. Sehingga mungkin terlihat pihak yang menyelesaikan kasus Tolikara adalah rakyat.

Berbeda halnya dengan kasus Singkil. Begitu mendengar ada kasus pambakaran tempat ibadah, pemerintah langsung memerintahkan sekitar 300 aparat keamanan untuk segara menangani kasus di Singkil. Sehingga aparat keamanan menahan 20 orang yang mereka duga sebagai tersangka, dan beberapa kendaraan yang digunakan dalam dalam kasus ini. Seperti 3 mobil bak terbuka dan beberapa sepeda motor.


Sangat kontras penanganan kasus di Tolikara dan Singkil. Dalam kasus Tolikara, oknum yang diduga sebagai pelaku kekerasan dipanggil ke istana untuk menghadap presiden untuk memberikan penjelasan tentang perbuatan mereka. Namun lain dalam kasus di Singkil. Oknum yang diduga sebagai pelaku langsung ditangkap, ditahan, dan diinterogasi di daerah setempat.



Penulis : Ghulam

No comments

Powered by Blogger.