Polesan Keikhlasan yang Tersembunyi
Senja mentari melambaikan kehangatan yang membuncah, teriknya berganti senja ungu yang memukau. Di ufuk barat ia kembali, memberi arti kehidupan pada belahan bumi yang terselimuti gelapnya malam. Cahayanya yang kuning keemasaan, menghiasi awan putih yang terhampar luas di atas sauna pandangan. Sungguh indah ciptaan-NYa.
Daku tersenyum lebar, melihat rekan-rekan seperjuangan
tertawa lepas setelah berhasil menakklukkan gagahnya gunung Sindoro. Banyak
harapan yang kami titipkan pada sepoi angin yang menerbangkan bendera yang kami
bawa. Semua titian kehidupan begitu berat memang tuk digapai, semua upaya akan
selalu tersulut api keharuman impian. Semua tercipta dengan tak semestinya,
selalu ada upaya yang menggambarkan arti kesungguhan yang dalam. Semua hanya
tuk merealisasikan kehendak harapan yang tengah membuncah dalam Impian.
Di atas puncak gunung Sindoro, kami meluapkan asa yang
terpatri dalam keletihan. Kebahagiaan mengubur ketakutan kami, ku tengok jalur
pendakian yang mengerikan itu, ooh betapa ku selayaknya menyaksikan upaya-upaya
kami yang tergopoh akan bayang ketakutan dalam pendakian. Tapi, semua harapan
itu menganga, terpana akan usaha kami yang membara. Semua upaya yang berkeluh,
seketika riang gemirang menyambut sang impian yang terimpikan. Memang betul
kata pepatah ”Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan
mendapatkannya”. Dan memang , semua upaya itu pasti ada ujungnya, tak
semestinya kita berlelah-lelah dalam upaya.
Di atas motor yang kami tunggangi, terlintas semua
kejadian-kejadian yang membahagiakan kami di atas puncak sana. Rerantingan
pohon yang hilir mudik dalam perjalanan, mengingatkan ku akan rerantingan pohon
bunga Edelwis yang menari-nari menyambut kedatangan kami. Satu setengah jam kami
gulung waktu yang terlintas bebas. Kesejukan hawa Wonosobo tergantikan hawa
panas yang menyelimuti Kendal. Tikungan nan tanjakan tajam, berganti macet yang
mendesak longlongan klakson.
Di Taman kota Weleri kami singgah, merehat pikiran dan
merebah tubuh. Banyak hidangan yang tersaji dalam satu suasana, entah berapa
rupiah yang tergantikan. Namun, hanya dalam hitungan detik semua hidangan itu
tersedot mesin penyedot kami yang terhubung kelaparan.
Canda dan tawa kembali mengalir seiring terisinya hujjah kami.
Sampai-sampai tetangga meja kami saling toleh atas kegirangan kami. Begitu bahagianya
kami saat ini. Bagaimana tidak ? kami berhasil memahat waktu yang tak bisa
digantikan.
Namun, beberapa meter di depan ku. Bocah kecil melintas
dengan santai dan sumringah sesambil memungut botol-botol yang berserakan di
sekitar ku. Dengan senyum-senyum dan menyenandung lagu, ia terus mengambil
botol-botol yang berserakan. Bahkan ia meminum air yang tersisa di salah satu
botol dengan sangat senang dan bahagia. Ia lari menuju gerobaknya yang ia
parker di samping jalan. Ternyata ia tak sendiri, ia memberikan botol yang
berisikan air segar itu ke bocah yang lebih kecil darinya. Yang sedari tadi di
dalam gerobak itu. Setelah mengelus dan merapikan rambut bocah yang ada di dalam
gerobak, ia kembali berlari menuju ke arah sekitarku. Dengan sergap ia kembali
memungutnya dengan teliti.
Tak ku sengaja, ku melihat seorang Muslimah yang mengenakan
jilbab super lebar mengambil salah satu botol terdekat yang warnanya gelap. Seketika,
ia memasukkan uang seratus ribu ke dalam botol itu, dan ia kelilingkan botol
itu ke rekan-rekannya. Entah berapa rupiah rekan-rekannya mengisi. Dengan
cekatan ia membuang botol itu ke arah yang tak beraturan. “ Huh jilbabnya aja
yang lebar, tapi malah buang sampah sembarangan” ujar seorang pemuda yang duduk
di sebelah meja makan ku.
Geram ku mendengarnya, tapi entah kenapa tubuhku membisu dan
mataku memaku tajam pada gerombolan Muslimah itu. Mereka masih saja bersikap biasa, padahal
dengan jelas ada orang yang mengumpatnya.
Bocah itu memungut botol yang dibuang Muslimah itu dengan
cepat dan segera pergi dengan menarik gerobak sampahnya.
“ Hallo…whoy turun dah sampai rumahmu niih” tak ayal,
bagaimana mungkin aku sudah berada di depan rumah ku. Bayangan kejadian itu
ternyata sudah menyita waktu ku di atas motor.” Wah parraahh pasti mbayangin
cewek ya” jail temanku. Coba ia dan orang-orang yang mengumpat Muslimah itu
tahu atas apa yang ku lihat. Sungguh.
By : Eno Aldi
Post a Comment