Header Ads

Ada Harapan dalam Sebuah Mimpi


Sohafy – Dedaunan meruncing dalam satu barisan yeng tersusun, mereka menyatu padu dalam nuansa angin yang beraturan. Mereka terbang dengan gampang dan berarah. Entah berapa biji daun yang menyatu, tapi mereka semua bisa menari dengan formasi yang begitu indah nan menawan. Satu biji menghampiri ku, membelai angin yang menampar muka ku. Ia berhenti tepat di depan wajah ku, membalikkan badannya sembari memanggil para rekan-rekannya. Tanpa orasi yang panjang, para dedaunan yang lain mulai menggodaku dengan tarian-tarian mereka yang eksotis. Angin yang hambar kini mulai mengalun, sepoinya begitu nikmat dirasa. Dedaunan itu tetap saja mengelilingiku dengan riang. Seperti riangnya bocah kecil yang menghampiriku dengan membawa sebuah remot control.

Ya itu adalah penemuan salah satu abad ini, alat pengatur angin dan suasana. Alat itu memang dijual belikan di berbagai toko dengan gampang dan murah. Tapi itu hanya alat yang sederhana untuk bermain anak-anak. Alat yang sesungguhnya hanya boleh digunakan oleh para pengusaha, terlebih untuk para pengusaha listrik.

Setelah bocah itu dan dedaunannya henkang dari ku. Temen yang tengah memiliki janji dengan ku datang, ia datang dengan angkutan umum yang terbaru. Angkutan yang hanya ada sebuah kursi dan layar, penumpang hanya perlu memilih keinginannya. Semuanya sudah tersedia dalam menu pelayanan, dengan pelan dan penuh nikmat para penumpang bisa sampai tujuan dengan senang. Tak ada atap dan pintu, hanya ada kursi empuk, dan terlebih tak ada sopir.

Di atas kursi kami berbincang, membicarakan perihal kesuksesan dan kemakmuran diri sendiri. Dalam perjalan, tak ada kendaraan yang berjalan di darat. Semua kendaraan yang berbody di jalurkan lewat udara, maklum sudah tak kenal roda ban lagi abad ini. Mereka hilir mudik dengan cepat di atas sana, sementara yang di bawah penuh dengan para warga yang bermain dengan sanak saudara.
Di Coffe barr pusat kota kami berhenti, sebuah kedai coffe yang menyediakan berbagai hidangan yang hanya dengan beralimunasi dengan benak pribadi. Kami mengambil  tempat duduk paling pojok depan, supaya bisa melihat pemandangan di luar sana. Sebuah taman yang ramai akan para pengunjung itu menyajikan air mancur yang terbalik di pusatnya. Kami hanya memesan kopi tuk mengobrol. Semua kejadian dalam dua tahun kami berpisah, kami ceritakan dengan meja pintar yang bisa memuat data-data dari chip yang kami bawa. Semua cerita kami mengalir dengan teduh dan nikmat.

Alunan music mengiringi cerita kami, tak terasa sudah dua jam saling bertukar cerita. Tiba-tiba ada  teriakan yang mengganggu di luar sana, orang-orang berlari dari sesuatu. Tapi entah apa. Semua saling menyelamatkan diri, tak peduli dengan keadaan orang lain di sekitar.

Terik matahari menghilang, awan berkabut pekat menyambut. Darinya membawa angin yang begitu dahsyat, membabi buta segala yang ia terpa. Aku dan sahabatku panic, bahkan sangat panic. Sahabat ku dengan cepat lari menyelamatkan diri, begitu pula denganku. Satu mobil terbang terjatuh dari keseimbangannya di sebelahku, dan mengenai seorang nenek tua yang berlari di sebelahku. Pepohonan yang penuh dengan fasilitas medis tercabut dari genggaman akarnya yang kuat, saling 
hantam satu sama lain. Sementara gedung-gedung terkuak sedikit demi sedikit.

Entah ke mana shabatku pergi lari. Angin itu sudah semakin dekat denganku. Bukan lagi dekat, tapi sudah setara. Aku pasrah. Aku masuk dalam badan angin itu. Aku berhenti di dalamnya. Banyak mobil yang berputar-putar tak berarah. Badan-badan bangunan saling hantam, saling menghancurkan satu sama lain. Merubahnya menjadi puing-puing tak berguna. Tapi, kenapa aku seperti tak tersentuh. Aku takut terhantam, tapi kenapa tak terhantam sesuatu. Semuanya berlalulalang begitu saja di sekeliling ku. Namun, air hujan ini sangat berasa. Sekujur tubuh ku basah olehnya. Hujannya begitu 
deras. Dan tiba-tiba ada benda yang berhasil menghantamku dengan keras.

“Akhi jam berapa ini, ayo banguun, masbuk antum nanti” ujar seorang ustadz yang membangunkan ku. Segera ku ambil air wudhu dan bersiap diri tuk sholat shubuh.

Lantunan ayat Al-qur’an saling menyahut satu sama lain, bak seklayaknya kerumunan lebah yang kelam. Semua santri sibuk dengan hafalannya masing-masing, walaupun ada salah satu yang terkantuk. Aku baru sadar akan semua itu, bahwa hanya mimpi. Hemmms mungkin itu ilumajinasiku yang banyak membendung di benak, sehingga terhampir di dalam mimpi ku.

Tapi, semua benda-benda itu apakah akan benar-benar ada ?. Mungkin mustahil memang jika dibayangkan hari ini, semustahilnya orang-orang dulu yang membayangkan sebuah besi baja yang bisa terbang seperti saat ini. Semuanya bisa saja terjadi, tergantung kita yang benar-benar bersungguh-sungguh atau tidak. All is well.


By : Eno Aldi 

No comments

Powered by Blogger.