Header Ads

Simbol Kekayaan Abad 19 di Desaku, Kini Jadi Sarang Kelelawar



Gedung tua di ujung jalan desaku, Kranggan, Kota Batang itu kini masih kokoh berdiri. Halamannya berumput hijau, tumbuh merata. Tampak pula beberapa pohon Akasia di sekitarnya sehingga area itu tampak asri dari luar. Tapi, begitu masuk ke dalam, ada kesan seram. Apalagi malam-malam sendirian bulu kuduk bisa merinding. Gedung itu kini menjadi sarang kelelawar.
Sesungguhnya, bangunan ini bagus, tapi tak terurus. Masyarakat setempat binggung bagaimana mengurusnya. Tembok bangunan itu bercat putih. Sayang, sebagian dindingnya sudah berlumut. Tak banyak orang yang tahu bahwa rumah ini pernah menjadi simbol kekayaan di masa abad 19, Yakni sebagai rumah ruko yang terkenal. Rumah ini dulu juga memiliki wartel. Di mana telepon belum terlalu populer saat itu.
Di depan rumah itu terdapat bangunan bekas toko serbaguna yang hampir menempel dengan dinding rumah bagian depan. Di samping toko itu ada sebuah kolam yang menyatu dengan pondasi bangunan. Saat musim hujan, kolam itu penuh air dengan kedalaman sekitar 50 cm. Konon di dalam air yang menggenang dengan warna hijau lumut itu masih terdapat banyak ikan lele. Namun masyarakat tidak ada yang mempedulikannya.
Menurut orang-orang terdahulu, rumah ini merupakan bangunan termegah kedua setelah kantor Kepala Desa. Kata Imam, salah satu masyarakat yang rumahnya berdekatan dengan rumah itu, dahulu rumah ini menjadi sumber perputaran ekonomi di daerah itu. Karena toko serbaguna yang ada di depan rumah itu dulu menyediakan hampir segala kebutuhan masyarakat sekitar. Sehingga masyarakat tidak perlu jauh jauh mencari kebutuhan mereka.
Lokasi bangunan yang terletak di tikungan tajam itu, membuat bangunan itu terlihat angker ketika malam hari. Apa lagi tepat di tikungan itu sering terjadi kecelakaan. Rumah gelap tanpa lampu menyala, hanya disinari remang remang lampu jalan. Membuat kebanyakan orang takut melewati jalan itu di malam hari. Bahkan ada yang melewati jalan itu sambil berlari. Tak jarang juga motor main kebut saja di tikungan itu, yang memicu terjadinya kecelakaan.
Ketika penghuni rumah itu masih ada, bangunan itu menjadi bangunan yang paling sering dikunjungi banyak orang. Namun ketika semua penghuni rumah itu pergi meninggalkan kediamannya, orang orang pada takut berkunjung ke sana. Karena yang ada hanya ruangan kosong yang dihuni puluhan bahkan ratusan kelelawar yang sudah membuat sarang di dalam ruangan itu.  Sehingga aroma di dalam rumah itu sudah tercemar dengan bau kelelawar.
Tidak ada yang tau sebab kepergiannya pemilik rumah, bersama semua anggota keluarganya. Ada yang bilang karena pemilik rumah terjerat hutang, ada yang  bilang juga karena ada urusan lainnya. Sehingga pemerintah dan masyarakat setempat tidak ada yang berani mengambil alih bangunan megah itu. Bahkan mungkin tidak ada yang mau mendekat ke rumah itu.  Kecuali satu orang gila yang suka membersihkan halaman rumah itu.
Pernah ada masyarakat yang mengusulkan untuk merobohkan bangunan itu. Dia beralasan bahwa letak bangunan yang tepat pada belokan tajam dan bangunan yang terlihat angker itu sering menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Bahkan ada sebagian warga lain yang melihat sosok hantu di depan rumah itu sepulang solat isya di masjid. Sehingga ia mengusulkan untuk merobohkan bangunan itu demi kedamaian desa.
Kepala desa yang menjabat ketika itu, bapak Madri S.Ag. tidak melaksanakan usulan warga itu. Ia khawatir kalau nanti pemilik rumah itu kembali, ditakutkan ia meminta ganti rugi atas perobohan rumah itu. Bahkan buat perobohan juga memerlukan dana yang tidak sedikit. Apa lagi bangunan itu terletak di pinggir jalan, dan bisa di bilang pagar rumah itu menempel dengan jalan.
Sebenarnya sangat disayangkan juga kalau bangunan yang cukup megah itu dirobohkan. Di samping rumah itu terdapat sebuah taman yang diapit oleh pagar rumah yang menempel dengan jalan setapak dan tembok rumah itu sendiri. Sehingga di samping citra kengerian yang ada pada rumah itu, ada juga citra keindahan jika dilihat dari sisi rumah. Walaupun tanaman taman yang tidak terawat, namun tetap memberikan citra indah bagi sebagian masyarakat.
Belakangan, keadaan kelelawar yang bersarang di rumah itu, mulai mengganggu masyarakat. Aroma kotoran kelelawar dan kelelawar yang mati, mulai tercium ke luar rumah. Sehingga sebagian masyarakat ada yang berinisiatif membersihkan rumah itu. Namun ternyata aroma itu muncul hanya di musim hujan. Ketika musim panas tiba, aroma itu hilang dan tidak tercium. Ketika terakhir kali penulis melihat, bangunan itu masih ada.
[ghulam/sohafy]

No comments

Powered by Blogger.